Minggu, 19 Desember 2010

Hukum Menyalatkan Jenazah Orang yang Bunuh Diri

(Soal Jawab Seputar Hukum Islam )


Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum,bagaimana hukumnya menyolatkan orang yang mati bunuh diri?

Jawaban:

Wa ‘alaikmussalam wa rahmatullahi wa barakatuh.

Bismillah, alhamdulillah, wa sh shalaatu was salaamu ‘alaa Rasulillah Wa ‘Alaa Aalihi Wa Ash Haabihi Wa Man tabi’ahum bi ihsaanin Ilaa YaumidDiyn. Amma Ba’d.

Bunuh diri termasuk perbuatan dosa besar. Para Ulama Ahlussunnah sepakat bahwa pelaku dosa besar tidak kafir tetapi fasik. Mereka juga sepakat bahwa jenazah orang kafir dan munafiq tidak dishalati. Hal ini berdasarkan firman Allah :

وَلَا تُصَلِّ عَلَىٰ أَحَدٍ مِّنْهُم مَّاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَىٰ قَبْرِهِ ۖ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ

“…dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka,. (QS At Taubah: 84)

Adapun jenazah orang fasik (pelaku dosa besar ) maka para Ulama berbeda pendapat mengenai hukum menyalati jenazahnya.Ada tiga versi pendapat Ulama mengenai hukum menyalati jenazah orang fasik :

1. Jenazah orang fasik tidak dishalati. Ini adalah pendapat sebagian ulama seperti Umar bin Abdul Aziz, Abu Yusuf, dan al-Auza’i rahimahumullah.[1]
2. Yang tidak shalat hanya Imam atau Khalifah atau pemimpin kaum saja. Ini adalah pendapat Madzhab Hanbali, dan dipilih oleh Syaikh Nashiruddin al Abaaniy rahimahullah.[2]
3. Jenazah Orang fasik tetap wajib dishalati.Ini adalah madzhab Imam Malik, Syafi’i, Abu Hanifah, dan jumhur (mayoritas ) ulama . [3].

Sebab Perbedaan Pendapat Dan dalil Masing-masing Pendapat :
Adapun sebab yang menjadi faktor terjadinya pendapat dikalangan Ulama tentang masalah ini adalah adanya beberapa hadits yang seakan-akan bertentangan satu sama lain.Ada hadits yang menunjukkan bolehnya menyalatkan siapa saja yang mengucapkan Laa Ilaaha Illa llaah, namun adapula hadits yang menunjukkan bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam enggan menyalati jenazah orang yang mati bunuh diri.

Hadits 1.
Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:

صلّوا خلف من قال لا إله إلاّ الله وصلّوا على من قال لا إله إلاّ الله

“Shalatlah kamu di belakang siapa saja yang mengucapkan laa ilaaha illallah dan shalatilah siapa saja yang mengucapkan laa ilaaha illallah” (HR Ad-Daruquthni dan Ath-Thabrani).[4]

Imam Syaukani rahimahullah berkata, “Shalat jenazah atas orang fasik telah ditunjukkan oleh hadits shallu ‘ala man qaala laa ilaaha illallah sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya pada bab Maa Ja`a fi Imamah al-Fasiq sebagai salah satu bab mengenai shalat jamaah.” [5].

Ulama Madzhab Syafi’i berpendapat : “Shalat jenazah wajib atas setiap orang Muslim, seberapapun besarnya kedurhakaan dan kefasikannya”.[6].

Hadits ke-2.

Hadits Jabir bin Samurah Radhiyallaahu ‘anhu yang menyatakan,

أُتِيَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلّم برجلٍ قَتَلَ نَفْسَهُ بِمشَا قِصٍ فلم يصلِّ عليهِ

“Bahwa ada jenazah seorang laki-laki mati bunuh diri dengan pedang dihadapkan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam maka Beliau Shallallaahu ‘alaihi wasallam tidak menyalatinya.” (HR Muslim) [7].

Dalam riwayat Imam Ahmad dinyatakan :

أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلّم لمْ يُصلِّ على رجلٍ قتَل نفسه

“Bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam tidak menyolati seorang laki-laki yang (mati) membunuh dirinya”. (HR Ahmad).

Dalam riwayat lain :

أََنَّ رَسُوْل الله صلى الله عليه وسلّم أبى أن يصلى على رجل قتل تفسه

“Bahwa Rasulullahi shallallaahu ‘alaihi wasallam enggan menyalati orang yang mati membunuh dirinya”. (HR Muslim (978), Tirmidziy (1068), Nasaai (4/66), Al Baihaqiy:4/19) [8]

Hadits Jabir Samurah ini dijadikan dalil oleh Ulama yang berpendapat tidak bolehnya menyalati jenazah orang yang mati bunuh diri.

Berkata Ibnul Qayyim al Jauziyah rahimahullah : “Ajaran Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam adalah bahwa beliau tidak menshalati orang yang bunuh diri dan penghhianat/penipu (dalam hal harta rampasan perang).[9].

Hadits Jabir di atas juga dijadikan dalil oleh Ulama Hanbali yang berpendapat bahwa pemimpin tidak perlu menyalati jenazah orang yang mati bunuh diri.Berkata Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman al Bassam rahimahullah: "Ulama Madzhab Hanbali berpendapat ‘’Boleh menyalati mayit pelaku maksiat ,kecuali penghianat (berkaitan harta rampasan perang) dan orang yang bunuh diri.Pemimpin Negara dan wakilnya tidak perlu menyalati orang itu,sebagai hukuman untuk mereka dan peringatan untuk yang lain.Selain pemimpin Negara tetap menyalatinya”….Imam Ahmad berkata:”Kami tidak menjumpai (dalil) yang menjelaskan bahwa nabi tidak menyalati seorang kecuali penghianat/penipu dan orang yang bunuh diri”[10]

Imam Tirmidzi rahimahullah mengomentari hadits Jabir bin Samurah di atas (atau yang semakna dengannya) dengan mengatakan,”…Para ulama (ahlul ‘ilmi) telah berbeda pendapat dalam masalah ini. Sebagian mereka berkata,”Dishalati setiap siapa saja yang shalat menghadap kiblat, juga setiap orang yang bunuh diri. Inilah pendapat Sufyan Ats-Tsauri dan Ishaq. Ahmad berkata,’Imam [khalifah] tidak menyalati orang yang bunuh diri, sedangkan selain imam menyalatinya.” [11].

Kesimpulan :
Dari seluruh uraian di atas, jelaslah bahwa jenazah orang yang bunuh diri tetap wajib dishalati oleh kaum muslimin. Hanya saja bagi para pemimpin dan pemuka masyarakat, sebaiknya tidak menyalatinya, sebagai celaan(zajr), hukuman (uqubah) kepada jenazah yang bersangkutan dan peringatan agar orang banyak tidak melakukan dosa yang serupa.[12].

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
“Bahwa orang yang mati bunuh diri statusnya sama dengan orang yang sering meninggalkan shalat dari sisi hukum menyalati (jenazah) nya.Jika tidak menyalatinya dapt memberi efek jera, pelajaran kepada masyarakat,dan sebagai peringatan bagi orang lain agar tidak meremehkan shalat dan tidak bunuh diri ,maka lebih baik rtidak menyalatkan .Tetapi jika menyalatkannya pun tidak apa-apa.[13].

Wallahu a’lam bish-shawab

[1].Ash Shan’aniy, Subulussalam 2/99.
[2].Al Bassam, Taudhihul Ahkam 3/202,Syaikh Nashiruddin al Al Baniy rahimahullah, Ahkamul Janaiz
[3].Ash Shan’ani, Subulus Salam, II/99). (Imam Syaukani, Nailul Authar, hal. 746; Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, I/253
[4].Hadits dhaif, diriwayatkan oleh Ad Daruquhtniy (2/52) dengan sanad yang semuanya lemah. Lih Ibnu Rusyd Bidayatul Mujtahid 1/253.
[5]. ].Imam Syaukani, Nailul Authar, hal. 746
[6]. Syaikh al Bassam, Taudhihul Ahkam hal:201.
[7]. Imam Sha’ani, Subulus Salam, 2/99, Syaikh Al Bassam, Taudhihul ahkam 3/199
[8].Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muqtashid 1/253.
[9].Al Bassam, Taudhihul ahkam 3/201.
[10].Ibid
[11]. Syaikh Nashiruddin Al-Albani, Ahkamul Jana`iz, hal. 110.
[12].Imam Shan’ani, Subulus Salam, 2/99; Nashiruddin Al-Albani, Ahkamul Jana`iz, , hal. 108-109
[13].Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah Majmu’ Fatawa :24/288).
disalin dari :http://wimakassar.org/wp/hukum-menyalatkan-jenazah-orang-yang-bunuh-diri/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar