Sabtu, 02 Februari 2013

Shalahuddin al-Ayyubi dan Pembebasan al-Aqsha

Pengantar

Masjid Al Aqsha yang terletak di kota al-Quds termasuk salah satu situs  suci kaum Muslimin, karena ia merupakan kiblat pertama dalam Islam. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam  dan para sahabatnya menjadikannya sebagai qiblat mereka dalam jangka waktu sekian lama sampai kemudian Allah memerintahkannya untuk berpindah kiblat ke arah Masjidil Haram. Ia juga  menjadi masjid kedua yang dibangun setelah Masjidil Haram dan masjid ketiga yang terpenting dan utama setelah Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Shalat di dalamnya memiliki pahala 500 kalilipat dari shalat di masjid lain selain Masjidil Haram dan Masjid Nabawi sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah dalam sebuah hadits   "Shalat di Masjidil Haram pahalanya adalah seperti shalat seratus ribu kali, dan shalat di masjidku ini (Masjid An-Nabawi) pahalanya seperti shalat seribu kali, dan shalat di Masjid Al Aqsha pahalanya seperti shalat lima ratus kali."

Al Aqsha juga merupakan salah satu dari tiga masjid yang dianjurkan untuk di kunjungi sebagaimana disebutkan dalam Hadis yang diriwayatkan oleh Imam  Bukhari-Muslim yang artinya: Janganlah kalian bersusah payah untuk melakukan perjalanan kecuali kepada tiga masjid, yaitu Masjidil Haram (di Mekkah), Masjidku ini (An-Nabawi di Madinah), dan Masjidil Aqsha di Palestina.

 Masjid Al-Aqsha juga merupakan tempat yang diberkahi oleh Allah. Meskipun pada dasarnya semua masjid adalah tempat yang berberkah, namun khusus masjid al-Aqsha  Allah Ta’ala menegaskan dalam firmanNya dengan kalimat `Yang Kami berkahi di dalamnya'. Ini merupakan isyarat yang agung agar agar kaum Muslimin tahu betapa tingginya nilai masjid ini. Sekaligus peringatan Masjid Al-Aqsha, Al Quds, dan Palestina seluruhnya adalah milik ummat Islam.

Dalam catatan sejarah, Al Quds dan Palestina berada dibawah kepemimpinan kaum Muslimin selama hampir 1.300-an tahun. Kemudian dirampas oleh kaum Salib dan berada dibawah kekuasaan mereka selama hampir 100 tahun. Lalu berhasil direbut kembali oleh panglima Sholahuddin Al Ayyubi.

Tulisaan ini berusaha untuk mengkaji rahasia faktor keberhasilan Sholahuddin al-Ayyubi dalam merebut kembali kota suci kaum Muslimin ‘al- Aqsha’ setelah sebelumnya berada dalam cengkraman orang-orang Salibis.

Sekilas Tentang Shalahuddin al-Ayyubi
Shalahuddin bernama lengkap Shalahuddin Yusuf bi Ayyub. Beliau lahir pada tahun 532 H/ 1137 M di Trikit, sebuah kota tua dekat Baghdad. Ia  berasal dari keluarga mulia dan terpandang berkebangsaan Kurdi. Keluarga ini menguasai Mesir dan Syam yang dikenal dengan Daulah Ayubiyah. Ayahnya yang bernama Ayub bin Syadzi memiliki hubungan kekerabatan dengan salah seorang komandan militer Daulah Saljukiyah Mujahiduddin Bahruz.
Al-Ayyubi  hidup antara tahun 532 -589 H. Masa itu dikenal sebagai masa kelam Islam. Sebab pada masa itu Islam sebagai kekuatan moral dan gerakan spritual berada dalam posisi yang paling rendah. Rezim penguasa yang otokratis, berbagai macam peperangan dahsyat yang meluluhlantakkan, dan kemewahan serta kemegahan yang tidak terkendali dari luar turut berpengaruh besar terhadap kondisi sosial dan religius kehidupan saat itu.

Sebelum lahirnya Al-Ayyubi konflik agama dan politik  serta pertentangan antara Eropa dan  dunia Islam terjadi. Sebagai kelanjutannya, terjadi pembasmian sedikit demi sedikit sepanjang periode 300 tahun. Stabilitas politik, perluasan wilayah , kemegahan duniawi, dan kedaulatan, serta kekuasan Muslim yang tidak tertandingi (pada masa sebelumnya –ed-) sebagaimana fenomena material lainnya, hanya bagaikan orang yang menumpang sementara waktu.
Dalam sejarah, Shalahuddin al Ayyubi  tercatat sebagai salah satu putra terbaik yang dimiliki oleh Ummat Islam. Nama beliau tidak dapat dipisahkan dari perjuangan pembebasan Masjidil aqsa di Palestina. Karena beliaulah panglima perang Islam yang membebaskan Baitul Mqadis setelah dikuasai oleh para salibis .

Faktor Keberhasilah Shalahuddin dalama Merebut al-Aqsha
Apa sebenarnya rahasia kemenangan dan kesuksesan Shalahuddin al Ayyubi dalam menghadapi kaum salib dan membebaskan Baitul Maqdis atau al-Aqsha? Kemenangan yang diaraih oleh Shalahuddin bukanlah karunia yang didapatkan tanpa sebab. DR.Syekh  Nashih Ulwan dalam bukunya menyebutkan lima aspek yang menjadi rahasia dan sebab kemenangan Shalahuddin dalam merebut Masjidil Aqsha :
1.    Takwa Kepada Allah dan  Menjauhi maksiat.
2.    Persiapan matang dan perhatian maksimal terhadap langkah pembebasan.
3.    Kesatuan politik Negara-Negara Islam dibawah satu pemerintahan.
4.    Berperang dengan mengagungkan kalimat Allah.
5.    (Meyakini), Pembebasan merupakan ketetapan Islam dan Muslim.

Namun, dibalik faktor-faktor di atas  masih terdapat faktor lain yaitu  aktivitas i’dad (persiapan) dan tajdid (pembaharuan) yang dijalani oleh Shalahuddin rahimahullah. Masih menurut Syekh Nashih Ulawan, ada lima bidang kehidupan Ummat Islam yang diperbaharui dan di-recoveri oleh Shalahuddin Al ayyubi rahimahullah, yaitu; (1) Sarana fisik, (2) Pendidikan. (3) Ekonomi, (4) Sosial,dan (5) Aqidah.

Jadi, penyebab keberhasilan Shalahuddin dalam merebut kembali Baitulmaqdis dari pasukan salib merupakan kombinasi dan akumulasi dari berbagai factor. Namun faktor yang paling dominan adalah Al-Ishlah Al-Ta’limiy wa al Tarbawiy (Pembaharuan dalam bidang Pendidikan). Sebab, sejarah telah mencatat bahwa faktor keterpurukan kaum Muslimin dan ketidak berdayaan mereka dalam menghadapi serangan pasukan salib adalah kerusakan ilmu. Kerusakan ilmu tersebut melahirkan ulama-ulama dan penguasa yang rusak pula. Akibat kerusakan ilmu muncul penguasa yang tidak peduli terhadap urusan kaum Muslimin. Rusaknya ilmu ketika itu juga melahirkan ulama-ulama su’ yang hanya menjilat kepada penguasa dan tidak memiliki ghirah untuk membebaskan tanah suci kaum Muslimin yang dikuasai oleh para salibis.

Akan tetapi,sebagian sejarawan Arab dan Islam masa kini, ketika  melihat sejarah kepahlawan Shalahuddin al Ayyubi rahimahullah, mereka langsung melompat ke fase (perjuangan) militer (Jihad ‘askariy) yang beliau pimpin bersama para sahabatnya untuk membebaskan Baitul Maqdis. Mereka melupakan jihad  lain yang menjadi muqaddimah (prakondisi) bagi terwujudnya kemenangan yang besar (fathun ‘adziym). Jihad lain yang dimaksud adalah Al Jihad At Tarbawiy (Pembinan dan pendidikan) yang  oleh  Nashih Ulwan disebut Al-Ishlah Al-Ta’limiy. Jihad Tarbawiy tersebut  dilakukan oleh Shalahuddin bersama para pengikutnya sebagai counter/perlawanan terhadap rezim Ubaidiyah yang menguasai Mesir pada masa itu dengan kekuatan dan Thugyan.”

Inilah fakta sejarah yang sering dilupakan, sesungguhnya perjuangan (jihad) yang dilakukan Shalahuddin al Ayyubi tidak terbatas pada jihad 'askari. Sebelum menggelorakan semangat jihad kaum Muslimin untuk merebut Masjidil Aqsa, beliau terlebih dahulu berjihad di bidang pendidikan (jihad tarbawiy). Melalui jihad Tarbawiy, beliau mendidik masyarakat Muslim di atas prinsip-prinsip Islam. Melalui jihad tarbawiy tersebut beliau mengkondisikan ummat Islam untuk siap berjuang bersama-sama dalam kancah jihad 'askariy.

Jadi, Shalahuddin selain berjuang dengan kekuatan militer,beliau juga membangun kekuatan lain sebagai penopang keuatan militer tersebut. Beliau menjadikan pendidikan sebagai sarana  medidik generasi Islam untuk cinta Islam,rela berjuang demi Islam. Beliau membangun lembaga-lembaga pendidikan seperti Masjid, Kuttaab, Madrasah dan sebagainya. Dari lembaga-lembaga pendidikan tersebut kemudian lahir para mujahid yang berjuang bersamanya dalam mengusir tentara salibis dan membebaskan Baitul maqsis setelah lepas dari genggaman Ummat Islam.

Akan tetapi, kebanyakan sejarawan Arab dan Islam masa kini, ketika mereka melihat sejarah kepahlawan Shalahuddin al Ayyubi rahimahullah, mereka langsung melompat ke fase (perjuangan) militer (Jihad ‘askariy) yang beliau pimpin bersama para sahabatnya untuk membebaskan Baitul Maqdis. Mereka melupakan jihad lain yang menjadi muqaddimah (prakondisi) bagi terwujudnya kemenangan yang besar (fathun ‘adziym). Jihad lain yang dimaksud adalah Al Jihad At Tarbawiy (Pembinan dan pengkaderan) yang beliau tempuh sebagai counter/perlawanan terhadap rezim Ubaidiyah yang menguasai Mesir pada masa itu dengan kekuatan dan Thugyan.”

Sesungguhnya perjuangan (jihad) yang dilakukan Shalahuddin al Ayyubi tidak terbatas pada jihad 'askari. Sebelum menggelorakan semangat jihad kaum Muslimin untuk merebut Masjidil Aqsa, beliau terlebih dahulu berjihad di bidang pendidikan (jihad tarbawiy). Melalui jihad Tarbawiy, beliau mendidik masyarakat Muslim saat itu di atas prinsip-prinsip Islam. Melalui jihad tarbawiy tersebut beliau mengkondisikan ummat Islam untuk siap berjuang bersama-sama dalam kancah jihad 'askariy.

Sebagian aktivis Islam yang merindukan tegaknya Islam (semua kaum Muslimin harus merindukan hal ini), hanya memandang perjuangan Shalahuddin dari sisi militer. Sehingga mereka hendak memaksakan untuk menggiring kaum Muslimin pada medan perjuangan yang hampir mustahil mereka mau terlibat. Mereka hendak melibatkan masyarakat Islam dalam kancah jihad ‘askariy, sementara mereka belum mengkonsidisikan masyarkat untuk hal itu.

Singkatnya, sebelum melakukan Jihad 'Askari, Shalahuddin terlebih dahulu melakukan jihad tarbawiy. Ini yang kurang disadari oleh sebagian aktivis pejuang Islam hari ini. Apa saja bentuk-bentuk jihad tarbawiy yang digagas Shalahuddin al Ayyubiy? (bersambung insya Allah).

Bahan Bacaan diantaranya:
1. Shalaahuddin Al Ayyuubiy Bathal Hiththiyn Wa Muharrir Al Quds Min Ash      Shalabiyyiyn,karangan  Dr  ‘Abdullah Nashih ‘Ulwan (Mesir: Darussalam tanpa tahun).
2. Ghazali’s Philosophy of Education, (terj) karangan Shafique Ali Khan. Sape’i (Bandung CV Pustaka Setia)  cet.I
3. Majalah al-Furqan( terbitan Jam’iyyah Ihyautturats Kuwait), dll.
   
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar